Kebudayaan
Suku Bugis
Suku Bugis terkenal
dengan suku perantau yang tersebar ke beberapa wilayah di Indonesia. Suku Bugis
atau to 'Ugi merupakan suku asli di tanah Sulawesi khususnya di Sulawesi
Selatan. Suku Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan
martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan
turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga
melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka ia akan diusir atau
dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi
keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin
menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat malu masih
dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun tidak seketat dulu, tapi
setidaknya masih diingat dan dipatuhi.
Adat
Suku Bugis
Upacara perkawinan
dalam suku Bugis disebut Mappabotting sementara itu istilah perkawinan dalam
suku bugis disebut siala yang mempunyai arti saling mengambil satu sama lain.
Perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua manusia berlainan jenis
kelamin untuk menjalin sebuah hubungan kekeluargaan. Istilah perkawinan dalam
suku Bugis juga bisa disebut mabinne berarti menanam benih, maksudnya menanam
benih dalam kehidupan rumah tangga.
Rumah
Adat Suku Bugis
Rumah bugis memiliki
keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain
(Sumatera dan Kalimantan). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan
tambahan disamping bangunan utama dan bagian depan (orang bugis menyebutnya
lego-lego). Tiang utama (alliri). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap
barisnya. Jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. Tetapi pada
umumnya, terdiri dari 3/4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.
Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap
barisnya. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari
alliri paling tengah tiap barisnya. Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur
rumah yang memiliki kolong ? Konon, orang bugis, jauh sebelum Islam masuk ke
tanah bugis (tana ugi’), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta
ini terdiri atas 3 bagian, bagian atas (botting langi), bagian tengah (alang
tengnga) dan bagian bawah (paratiwi). Mungkin itulah yang mengilhami orang
bugis (terutama yang tinggal di kampong).
Pakaian
Adat Suku Bugis
Baju Bodo adalah
pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di
dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar
baju bodo. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos
(Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab) pertama kali
diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh. Hal ini merujuk pada catatan seorang
pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19. Sementara pada tahun 1298,
dalam buku yang berjudul “The Travel of Marco Polo”, Marco Polo menggambarkan
kalau kain Muslim dibuat di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh pedagang yang
disebut Musolini.
Namun kain yang
ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun ini sudah lebih
dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan, yakni pada pertengahan abad
ke-9, jauh sebelum masyarakat Eropa yang baru mengenalnya pada abad ke-17, dan
populer di Perancis pada abad ke-18. Kain Muslim memiliki rongga-rongga dan
jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat transparan dan cocok
dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang beriklim panas.
Sesuai dengan namanya
“bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo
dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk
dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian
pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah
ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana
transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun
lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna
senada.
Kesenian
Suku Bugis
Kesenian dari suku
Bugis yang terkenal adalah Tari Paduppa Bosara. Tari Padupa Bosara merupakan
sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat
dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika
kedatangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
Peninggalan
Suku Bugis
Bissu adalah pendeta
agama Bugis kuno pra-Islam. Bissu dalam kebudayaan Bugis adalah manusia
hermafrodit yang mana secara anatomis adalah laki-laki namun dalam berbusana
merupakan kombinasi antara karakteristik laki-laki dan perempuan. Seorang bissu
dapat membawa Badik (pisau khas Bugis) yang milik laki-laki, namun mengenakan
bunga di kepalanya yang bermodel rambut perempuan. Dalam kebudayaan Bugis,
dikenal 4 gender plus gender kelima yaitu ‘para-gender’. Selain laki-laki-pria
(oroane) dan perempuan-wanita (makunrai) dikenal pula calalai, secara biologis
perempuan namun berperan dan berfungsi sebagai laki-laki. Lalu ada calabai,
secara biologis laki-laki namun berperan dan berfungsi sebagai perempuan.
Gender kelima yaitu bissu, yang telah dijelaskan sebelumnya.
Makanan
Khas Suku Bugis
Salah satu makanan
khas dari suku Bugis ialah Buras atau biasa disebut juga burasa. Buras
sebenarnya tidak jauh berbeda juga dengan olahan berbahan dasar beras lainnya,
seperti halnya Ketupat. Apa lagi, Ketupat sudah menjadi tradisi juga yang harus
disajikan saat hajatan khusus keluarga dan hari-hari besar keagamaan tiba.
Bahkan, memakan Ketupat juga wajib dengan campuran kari ayam, daging, dan
telur. Akan tetapi, rasa Buras yang sangat berbeda dengan Ketupat. Karena Buras
dimasak khusus dengan campuran santan. Makanya saat Buras dicicipi berasa gurih
dan aromanya yang begitu khas. Buras sendiri, oleh sejumlah orang-orang Suku
Bugis memakannya dengan beberapa campuran makanan lainnya. Seperti kari ayam,
daging, dan telur. Tiga campuran makanan ini harus wajib disediakan menemani
Buras saat hajatan keluarga digelar.
No comments:
Post a Comment